Wajah pria 50 tahun itu masih nampak segar, walaupun cucuran peluh membasahi tubuhnya. Tujuh belas tahun lalu, atau tepatnya tanggal 8 Februari 1993, anaknya yang bernama Rifki Andika (12), tewas ditabrak seorang anggota polisi, Joko Sumantri di Jalan S Parman, Malang.
Atas kejadian tersebut, tidak juga oknum polisi tersebut bertanggung jawab, bahkan hingga kini seperti tidak tersentuh hukum. "Ini cara terakhir, semua yang saya lakukan itu sia-sia. Harapan saya semoga Presiden mau mendengarkan harapan rakyat kecil," tutur Indra.
Pria kelahiran 21 Desember 1959 itu mengaku sudah tidak tahu lagi harus meminta keadilan dimana lagi. Sebelumnya, ia telah mengadu ke Satgas Mafia Hukum, Komnas HAM, Ombudsman serta Kompolnas. Namun tidak ada jawaban yang pasti akan hal tersebut.
"Keadilan itu cuma untuk orang kaya, bukan rakyat miskin," ujarnya geram.
Janda pahlawan yang belum lama memenangkan kasusnya, Soetarti Sukarno (78) pun hadir untuk memberika dukungan kepada Indra.
"Kita pernah merasakan makanya kita prihatin," ujar Soetarti.
Tak lama kemudian sang anak, Dwi Andita Rachmania (27), datang menemui Indra untuk memberikan dukungan. Dengan linangan air mata, bapak dan putrinya itu berpelukan di depan Istana.
"Saya selalu khawatir sama kesehatan bapak, bapak kan sudah tua, dia jalan dari Malang Jakarta," ujar Nia.
Namun sayang, rencananya menggelar aksi ketika Presiden SBY keluar dari istana digagalkan oleh polisi. Pasalnya, perizinan untuk aksi tersebut tidak memungkinkan. Akhirnya sesaat sebelum rombongan presiden melintas, Indra pun harus angkat kaki, kembali ke LBH Jakarta.
Menurut Izul, salah seorang dari LBH Jakarta yang mendampingi Indra, pihaknya tidak mampu menahan aksi lebih lama lagi, namun ia telah mendapat konfirmasi dari pihak istana, bahwa presiden telah mendengar kasus ini.
Wajah pria 50 tahun itu masih nampak segar, walaupun cucuran peluh membasahi tubuhnya. Tujuh belas tahun lalu, atau tepatnya tanggal 8 Februari 1993, anaknya yang bernama Rifki Andika (12), tewas ditabrak seorang anggota polisi, Joko Sumantri di Jalan S Parman, Malang.
Atas kejadian tersebut, tidak juga oknum polisi tersebut bertanggung jawab, bahkan hingga kini seperti tidak tersentuh hukum. "Ini cara terakhir, semua yang saya lakukan itu sia-sia. Harapan saya semoga Presiden mau mendengarkan harapan rakyat kecil," tutur Indra.
Pria kelahiran 21 Desember 1959 itu mengaku sudah tidak tahu lagi harus meminta keadilan dimana lagi. Sebelumnya, ia telah mengadu ke Satgas Mafia Hukum, Komnas HAM, Ombudsman serta Kompolnas. Namun tidak ada jawaban yang pasti akan hal tersebutKeadilan itu cuma untuk orang kaya, bukan rakyat miskin," ujarnya geramJanda pahlawan yang belum lama memenangkan kasusnya, Soetarti Sukarno (78) pun hadir untuk memberika dukungan kepada Indra."Kita pernah merasakan makanya kita prihatin," ujar Soetarti.
Tak lama kemudian sang anak, Dwi Andita Rachmania (27), datang menemui Indra untuk memberikan dukungan. Dengan linangan air mata, bapak dan putrinya itu berpelukan di depan Istana.
"Saya selalu khawatir sama kesehatan bapak, bapak kan sudah tua, dia jalan dari Malang Jakarta," ujar Nia.
Namun sayang, rencananya menggelar aksi ketika Presiden SBY keluar dari istana digagalkan oleh polisi. Pasalnya, perizinan untuk aksi tersebut tidak memungkinkan. Akhirnya sesaat sebelum rombongan presiden melintas, Indra pun harus angkat kaki, kembali ke LBH Jakarta.
Menurut Izul, salah seorang dari LBH Jakarta yang mendampingi Indra, pihaknya tidak mampu menahan aksi lebih lama lagi, namun ia telah mendapat konfirmasi dari pihak istana, bahwa presiden telah mendengar kasus ini.
Atas kejadian tersebut, tidak juga oknum polisi tersebut bertanggung jawab, bahkan hingga kini seperti tidak tersentuh hukum. "Ini cara terakhir, semua yang saya lakukan itu sia-sia. Harapan saya semoga Presiden mau mendengarkan harapan rakyat kecil," tutur Indra.
Pria kelahiran 21 Desember 1959 itu mengaku sudah tidak tahu lagi harus meminta keadilan dimana lagi. Sebelumnya, ia telah mengadu ke Satgas Mafia Hukum, Komnas HAM, Ombudsman serta Kompolnas. Namun tidak ada jawaban yang pasti akan hal tersebut.
"Keadilan itu cuma untuk orang kaya, bukan rakyat miskin," ujarnya geram.
Janda pahlawan yang belum lama memenangkan kasusnya, Soetarti Sukarno (78) pun hadir untuk memberika dukungan kepada Indra.
"Kita pernah merasakan makanya kita prihatin," ujar Soetarti.
Tak lama kemudian sang anak, Dwi Andita Rachmania (27), datang menemui Indra untuk memberikan dukungan. Dengan linangan air mata, bapak dan putrinya itu berpelukan di depan Istana.
"Saya selalu khawatir sama kesehatan bapak, bapak kan sudah tua, dia jalan dari Malang Jakarta," ujar Nia.
Namun sayang, rencananya menggelar aksi ketika Presiden SBY keluar dari istana digagalkan oleh polisi. Pasalnya, perizinan untuk aksi tersebut tidak memungkinkan. Akhirnya sesaat sebelum rombongan presiden melintas, Indra pun harus angkat kaki, kembali ke LBH Jakarta.
Menurut Izul, salah seorang dari LBH Jakarta yang mendampingi Indra, pihaknya tidak mampu menahan aksi lebih lama lagi, namun ia telah mendapat konfirmasi dari pihak istana, bahwa presiden telah mendengar kasus ini.
Wajah pria 50 tahun itu masih nampak segar, walaupun cucuran peluh membasahi tubuhnya. Tujuh belas tahun lalu, atau tepatnya tanggal 8 Februari 1993, anaknya yang bernama Rifki Andika (12), tewas ditabrak seorang anggota polisi, Joko Sumantri di Jalan S Parman, Malang.
Atas kejadian tersebut, tidak juga oknum polisi tersebut bertanggung jawab, bahkan hingga kini seperti tidak tersentuh hukum. "Ini cara terakhir, semua yang saya lakukan itu sia-sia. Harapan saya semoga Presiden mau mendengarkan harapan rakyat kecil," tutur Indra.
Pria kelahiran 21 Desember 1959 itu mengaku sudah tidak tahu lagi harus meminta keadilan dimana lagi. Sebelumnya, ia telah mengadu ke Satgas Mafia Hukum, Komnas HAM, Ombudsman serta Kompolnas. Namun tidak ada jawaban yang pasti akan hal tersebutKeadilan itu cuma untuk orang kaya, bukan rakyat miskin," ujarnya geramJanda pahlawan yang belum lama memenangkan kasusnya, Soetarti Sukarno (78) pun hadir untuk memberika dukungan kepada Indra."Kita pernah merasakan makanya kita prihatin," ujar Soetarti.
Tak lama kemudian sang anak, Dwi Andita Rachmania (27), datang menemui Indra untuk memberikan dukungan. Dengan linangan air mata, bapak dan putrinya itu berpelukan di depan Istana.
"Saya selalu khawatir sama kesehatan bapak, bapak kan sudah tua, dia jalan dari Malang Jakarta," ujar Nia.
Namun sayang, rencananya menggelar aksi ketika Presiden SBY keluar dari istana digagalkan oleh polisi. Pasalnya, perizinan untuk aksi tersebut tidak memungkinkan. Akhirnya sesaat sebelum rombongan presiden melintas, Indra pun harus angkat kaki, kembali ke LBH Jakarta.
Menurut Izul, salah seorang dari LBH Jakarta yang mendampingi Indra, pihaknya tidak mampu menahan aksi lebih lama lagi, namun ia telah mendapat konfirmasi dari pihak istana, bahwa presiden telah mendengar kasus ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar